SINTANG | Pojokkalbar.com-
Malam itu, hutan di kawasan Jelimpau, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, lengang. Hanya suara dedaunan basah yang terinjak dan rintik hujan yang mengguyur pelan. Di antara kegelapan, seorang pria paruh baya terbaring tak sadarkan diri di bawah pohon yang tumbang. Namanya R (37), warga setempat yang tengah menebang kayu untuk kebutuhan keluarga.
Peristiwa nahas itu terjadi pada Sabtu, 31 Mei 2025, sekitar pukul 20.00 WIB. R ditemukan oleh keluarganya dalam kondisi luka berat di bagian kepala, setelah tertimpa pohon besar yang ia tebang sendiri. Tak ada sinyal telepon, tak ada akses cepat menuju rumah sakit. Hanya suara kecemasan dan langkah kaki panik yang membawa tubuh lemah R keluar dari hutan.
Dari Puskesmas Jelimpau, R segera dirujuk ke RSUD Ade M. Djoen Sintang. Ambulans berangkat pada dini hari, pukul 00.00 WIB, berupaya menembus gelap dan lumpur untuk menyelamatkan nyawa pria itu. Namun perjalanan 4 jam menuju harapan itu berubah menjadi lintasan yang menghantarkan duka.
Di Dusun Bindang, Desa Kupan Jaya, pukul 01.45 WIB, nyawa R tak lagi tertolong. Di tengah jalan yang rusak parah, ambulans sempat terjebak lumpur hingga empat jam lamanya. Kendaraan pengawal jenis hartop pun ikut berjuang menarik ambulans, namun hujan deras dan jalan licin membuat usaha mereka tak cukup cepat. Warga sekitar dan keluarga pasien turun tangan, mendorong dan membantu semampu mereka. Tapi waktu dan medan tak berpihak.
Kabar duka ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, Edy Harmaini, pada Sabtu malam, 1 Juni 2025. “Kami menyampaikan duka mendalam. Situasi darurat seperti ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua,” ujar Edy.Pada Minggu,(2/6/2025).
Peristiwa ini kembali menyoroti kondisi infrastruktur jalan di pedalaman Kalimantan Barat. Akses ke fasilitas kesehatan yang seharusnya menjadi jembatan keselamatan, justru menjadi rintangan yang mengancam nyawa. Jalan yang rusak dan minimnya dukungan transportasi darurat menjadi tantangan nyata yang dihadapi warga di daerah terpencil seperti Tempunak.
R bukan sekadar korban dari pohon yang tumbang. Ia adalah simbol dari ketertinggalan infrastruktur dan perjuangan panjang masyarakat pelosok yang masih harus memilih antara bertahan hidup atau menghadapi maut dalam perjalanan menuju harapan.(red)