SINTANG | Pojokkalbar.com-
Komisi C DPRD Kabupaten Sintang bersama Dinas Ketenagakerjaan menggelar rapat kerja yang mengundang lima perusahaan kelapa sawit, Jumat (13/6/2025), di ruang rapat utama DPRD Sintang. Rapat tersebut membahas sejumlah isu ketenagakerjaan, termasuk upah pekerja, perlindungan jaminan sosial, dan penanganan kasus pencurian buah sawit.
Dari lima perusahaan yang diundang, hanya tiga yang hadir, yakni PT Sumber Hasil Prima yang beroperasi di Kecamatan Ambalau, PT Sinar Sawit Andalan di Kecamatan Ambalau Kanan, serta Kiara Sawit Abadi V yang berlokasi di wilayah Ketungau. Sementara dua perusahaan lainnya, yakni Lingga Jati Al-Manshurin dan Kaeka Kerta, tidak menghadiri pertemuan tersebut.
Ketua Komisi C DPRD Sintang, Anastasia, menyayangkan ketidakhadiran dua perusahaan yang telah diundang. Dalam rapat tersebut, menurut Anastasia, berbagai isu strategis dibahas secara terbuka, terutama terkait sistem pengupahan dan jaminan sosial tenaga kerja.
“Berdasarkan laporan masyarakat di Ambalau, mereka mengeluhkan soal upah buruh pruning (perampingan pelepah sawit). Ada informasi bahwa mereka hanya dibayar Rp50.000 per hektare. Itu yang kami klarifikasi kepada perusahaan,” kata Anastasia usai rapat.
Ia menjelaskan bahwa dari keterangan perusahaan, terdapat tiga jenis sistem pruning, masing-masing dengan tingkat pekerjaan dan upah berbeda. Kategori pertama adalah pruning rehab, yakni pemangkasan dari awal hingga buah siap panen, yang dibayar sekitar Rp1.400.560 per hektare.
Selanjutnya, jenis pruning over two, yaitu pemangkasan terhadap sekitar 120 batang sawit per hektare, diberikan upah sekitar Rp160.000 per hektare. Terakhir, jenis pruning progresif, yakni pemangkasan pelepah selama proses panen, dilakukan sebanyak tiga kali per bulan dan mencakup sekitar 20–25 persen dari total pohon sawit per hektare.
“Jadi sebenarnya, angka Rp50.000 itu bukan untuk satu hektare penuh, melainkan untuk pekerjaan mengambil pelepah saja, bukan seluruh proses pruning,” jelas Anastasia. Ia menekankan pentingnya penyampaian informasi yang jelas kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Dalam rapat tersebut, isu pencurian buah sawit juga mengemuka. Menurut Anastasia, penyelesaian masalah ini sebaiknya dilakukan terlebih dahulu antar perusahaan. Jika tidak menemukan solusi, maka baru dilimpahkan ke Dinas Ketenagakerjaan untuk penanganan lebih lanjut.
Selain itu, DPRD juga menyoroti pentingnya perlindungan ketenagakerjaan melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dari data yang disampaikan perusahaan, terdapat sekitar 1.220 karyawan, dengan 90 persen merupakan tenaga kerja lokal dari wilayah Ambalau dan Serawai, sedangkan sisanya berasal dari luar daerah.
“Semua pekerja, baik karyawan tetap maupun buruh harian, wajib didaftarkan ke BPJS. Jika tidak, perusahaan bisa dikenakan sanksi denda sebesar Rp50 juta per karyawan, sebagai bentuk ganti rugi atas kelalaian,” tegas Anastasia.
Ia menutup dengan mengingatkan agar perusahaan kelapa sawit di wilayah Sintang tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga memberikan perlindungan dan kesejahteraan yang layak bagi para pekerja.(red)