Sintang | Pojokkalbar.com
Putusan Mahkamah Agung Nomor 24.P/HUM/2024 yang di ketok pada Selasa, 29 Agustus lalu dapat berdampak pada komposisi Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) yang ada dalam Daftar Calon Sementara (DCS) dan telah di tetapkan oleh KPU.
Putusan MA ini dapat merubah DCS pada daerah yang kuota perempuannya tidak memenuhi kuota perempuan sebanyak 30 persen sebagaimana amanat UU No 7 tahun 2017 Tentang Pemilu. Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Syabirin, Koordinator Daerah Sintang Akademi Pemilu dan Demokrasi (APD)
“Putusan MA ini juga dapat berdampak pada DCS yang di tetapkan KPU Kabupaten Sintang atau KPU Kalimantan Barat jika kuota keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen tidak terpenuhi di setiap dapil, ”ujarnya pada Pojokkalbar.com Jumat (1/9/2023).
Dikatakannya, sejumlah partai mungkin harus merubah susunan bakal calon yang diusulkan dan telah masuk dalam daftar calon sementara. Di dapil yang keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen, harus dirombak lagi dengan menambah calon legislative perempuan atau mengurangi calon laki-laki yang sudah ada.
Sebagai contoh, partai politik mengusung 8 caleg di suatu dapil. Apabila dihitung murni, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4 orang. Lantaran angka di belakang koma tak mencapai 5, maka berlaku pembulatan ke bawah.
Dengan demikian, partai politik cukup mengusung 2 caleg perempuan saja dari total 8 caleg. Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen, bukan 30 persen.
“Berdasarkan putusan Mahkamah Agung ini, perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan itu di hitung setiap dapil. Dan pembulatannya angka di belakang koma dalam perhitungannya semuanya keatas.”jelasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materiil yang disampaikan oleh Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang diwakili oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, eks komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini, dan eks komisioner Bawaslu RI Wahidah Suaib atas regulasi KPU yang mengatur cara penghitungan kuota minimal calon anggota legislatif (caleg) perempuan pada Pemilu 2024.
Dalam permohonannya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan meminta agar Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dinyatakan bertentangan dengan Pasal 245 UU Pemilu dan UU Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
Pasal 245 UU Pemilu mengatur bahwa bakal caleg yang diajukan partai politik untuk setiap daerah pemilihan (dapil) harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Adapun Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 mengatur cara menghitung kuota minimal 30 persen caleg perempuan itu, yakni apabila hasil penghitungan menghasilkan angka di belakang koma tak mencapai 5, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak mencapai 30 persen per partai di setiap dapil sebagaimana diamanatkan UU Pemilu. Imbuhnya. (red)