SINTANG | Pojokkalbar.com-
Robohnya jembatan di Desa Landau Beringin, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, memicu keprihatinan dari berbagai pihak. Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Santosa, menyebut peristiwa itu sebagai akibat langsung dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan perkebunan yang pernah beroperasi di wilayah tersebut.
Dalam keterangannya usai pelaksanaan reses masa sidang kedua DPRD Sintang, yang berlangsung pada 24–29 Juni 2025, Santosa mengatakan bahwa jembatan yang menjadi akses vital bagi masyarakat itu ambruk usai diguyur hujan deras. Ia menyoroti bahwa penyebab utama kerusakan bukan hanya karena faktor cuaca, tetapi lebih kepada hilangnya fungsi hutan sebagai daerah tangkapan air.
“Sebelum ada perusahaan itu, wilayah ini aman-aman saja. Tapi sejak hutan digunduli dengan dalih akan ditanami pohon akasia dan lainnya, lingkungan jadi rusak. Ironisnya, hingga sekarang belum ada 10 persen yang ditanami. Perusahaannya pun sekarang sudah kabur. Tidak ada alat berat, tidak ada pekerja. Semuanya sudah balik kanan,” ujar Santosa saat diwawancarai di Sintang, Senin (30/6/2025).
Video robohnya jembatan yang ia unggah di media sosial bahkan telah ditonton lebih dari 50.000 kali oleh warganet. Dalam video tersebut terlihat aliran air bercampur lumpur dan potongan kayu menghantam struktur jembatan hingga akhirnya roboh.
Air Bersih Tak Terpenuhi, Lingkungan Tercemar
Santosa juga menyesalkan tidak terealisasinya janji pihak perusahaan kepada masyarakat setempat. Ia menyebut, perusahaan tersebut sebelumnya menjanjikan pembangunan fasilitas air bersih. Namun hingga saat ini, janji tersebut tidak pernah diwujudkan.
“Air bersih nihil, tidak ada realisasi. Sekarang masyarakat semakin kesulitan karena sumber air ikut tercemar, kemungkinan besar akibat sisa pupuk dan bahan kimia yang ditinggalkan perusahaan di lahan yang mereka buka. Ini bukan sekadar masalah infrastruktur, tapi menyangkut hajat hidup orang banyak,” tegasnya.
Ia menambahkan, intensitas banjir di kawasan tersebut meningkat drastis. Hujan selama satu hingga dua jam saja sudah cukup untuk menyebabkan banjir. Dampaknya meluas ke desa-desa di sekitarnya, seperti Desa Tertung Maung, Sungai Emang, dan Jaya Sakti.
“Banjir sekarang tidak seperti dulu. Dulu hujan sehari pun belum tentu banjir, sekarang baru hujan sebentar sudah merendam pemukiman. Ini akibat dari daya serap tanah yang sudah rusak,” ujar Santosa.
Pemerintah Daerah Diminta Tindak Tegas
Santosa mendesak Pemerintah Kabupaten Sintang untuk turun langsung ke lapangan meninjau kondisi infrastruktur dan lingkungan pascarobohnya jembatan tersebut. Ia menegaskan bahwa penanganan harus dilakukan segera, bukan hanya untuk membangun ulang jembatan, tetapi juga untuk mengidentifikasi dan mengatasi dampak lingkungan akibat aktivitas industri yang tidak bertanggung jawab.
“Kalau pemerintah daerah tidak percaya, saya persilakan cek langsung ke lapangan. Saya sendiri sudah ke sana dan melihat kondisinya. Ini bukan laporan sepihak, tapi fakta di lapangan,” katanya.
Ia juga meminta agar perusahaan tersebut, bila masih memiliki legalitas, diminta pertanggungjawaban secara hukum dan administratif atas kerusakan yang ditimbulkan.(red)