SINTANG | Pojokkalbar.com-
Anggota DPRD Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Nikodimus, menyatakan bahwa hingga kini kontribusi sektor perkebunan sawit terhadap pendapatan asli daerah (PAD) masih tergolong minim. Padahal, luas perkebunan dan jumlah perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut terbilang cukup besar.
“Perusahaan-perusahaan sawit yang menguasai lahan dalam jumlah besar belum memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan PAD. Biaya peralihan hak atas tanah misalnya, hanya diajukan sekali dalam 35 tahun. Kalau perusahaan tidak melakukannya, ya kita tidak mendapatkan apa-apa. Ini jadi persoalan,” kata Nikodimus, di Sintang, Senin,(30/6/2025).
Politisi Partai Hanura itu menambahkan, pembagian hasil sektor perkebunan kelapa sawit selama ini juga belum transparan. Ia menyebut, dua tahun lalu Dana Bagi Hasil sempat menerima sekitar Rp199 miliar, namun pada tahun 2025 justru terjadi penurunan.
“Kita tidak pernah tahu secara jelas rumusan pembagiannya. Bahkan dari pajak ekspor pun daerah tidak dapat, karena yang dijadikan acuan pelabuhan ekspor bukan dari daerah penghasil, tapi pelabuhan keluar, seperti Pontianak atau Pelabuhan Kijing,” ujarnya.
Dorong Regulasi untuk Optimalisasi Pendapatan
Menurut Nikodimus, pemerintah daerah perlu mengambil langkah strategis untuk memastikan kontribusi perusahaan terhadap daerah. Salah satu yang ia dorong adalah penerbitan regulasi daerah, baik berupa Peraturan Bupati (Perbup) maupun Peraturan Daerah (Perda), yang memungkinkan pemungutan pajak atau retribusi dari aktivitas industri sawit.
“Misalnya kita bisa menarik retribusi berdasarkan standar timbangan di pabrik sawit. Kalau kita tetapkan tarif retribusi TBS (tandan buah segar) sebesar Rp100 per kilogram, dari data produksi saja kita bisa menghitung potensi PAD,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pemungutan pajak atau retribusi itu harus adil dan menyeluruh. “Kita harapkan berlaku untuk semua pihak, baik petani mandiri, petani plasma, maupun perusahaan inti. Karena semua TBS kan ditampung di pabrik, dan data timbangan bisa menjadi dasar untuk menghitung produksi tahunan,” tambahnya.
Data Perusahaan Sawit Aktif
Berdasarkan data yang dikantongi DPRD, saat ini terdapat sekitar 46 persen dan 46 wilayah perkebunan sawit aktif di Kabupaten Sintang. Perkebunan tersebut terdiri dari 16 grup usaha dan melibatkan sedikitnya 11 unit pabrik kelapa sawit yang tersebar di berbagai kecamatan.
“Kalau produksi tinggi, logikanya PAD juga harus bisa meningkat. Tapi jika regulasinya tidak jelas, daerah hanya jadi penonton. Itu yang ingin kita ubah,” tegas Nikodimus.
Ia berharap Pemkab Sintang segera melakukan kajian untuk menyusun regulasi yang dapat mengatur mekanisme pungutan yang adil, akuntabel, dan berpihak pada daerah sebagai penghasil utama komoditas kelapa sawit.(red)