SINTANG | Pojokkalbar.com–
Ketua DPRD Kabupaten Sintang, H.Indra Subekti, menyampaikan hasil laporan delapan fraksi DPRD Sintang dari kegiatan Reses Kedua Masa Persidangan Kedua Tahun Anggaran 2025. Dalam penyampaiannya di ruang rapat utama Sekretariat DPRD Sintang pada Senin (30/6/2025), Indra menegaskan bahwa sebagian besar aspirasi masyarakat masih berkutat pada persoalan infrastruktur dan ketersediaan pupuk bersubsidi.
“Dari 14 kecamatan yang menjadi titik reses, hampir seluruhnya menyampaikan keluhan terkait infrastruktur dasar, seperti jalan dan jembatan. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi sorotan utama, terutama soal pupuk subsidi yang sulit didapat dan harganya mahal,” ujar Indra.
Ia menambahkan, keluhan masyarakat terkait kelangkaan dan mahalnya pupuk subsidi telah disampaikan secara berulang di berbagai desa yang dikunjungi anggota dewan. Salah satunya di Kecamatan Kelam Permai, tepatnya di Desa Sungai Maram, warga mengeluhkan harga pupuk subsidi yang mencapai Rp200.000 per karung.
“Barangnya sebenarnya ada, tetapi tidak terjangkau. Ini sangat membebani petani, apalagi mereka mengandalkan pertanian sebagai sumber utama penghidupan. Kami mencatat bahwa ini menjadi persoalan serius dalam mendukung ketahanan pangan,” tutur Indra.
Dari hasil reses tersebut, Indra menjelaskan bahwa DPRD akan menyusun pandangan umum fraksi yang kemudian disampaikan kepada Bupati Sintang. Hasil ini diharapkan menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang akan datang.
“Setelah pandangan umum fraksi disampaikan, akan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah melalui tanggapan resmi dari Bupati. Kemudian baru dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengawal hasil reses tersebut,” kata Indra.
Ia mencontohkan, saat melakukan reses di tiga desa di Kecamatan Sungai Tebalian—yakni Desa Balai Agung, Rembang, dan Solam Raya—aspirasi warga hampir seragam, yakni infrastruktur yang belum memadai dan ketersediaan pupuk subsidi yang langka dan mahal. Warga berharap pemerintah segera turun tangan mengatasi persoalan ini.
Menurut Indra, masyarakat di Desa Sungai Maram bahkan telah menginisiasi pemetaan lahan sawah seluas lebih dari 200 hektar secara mandiri sebagai bentuk kemandirian pangan. Namun, upaya ini terkendala oleh sulitnya akses terhadap pupuk subsidi.
“Mereka sudah mampu mencukupi kebutuhan beras dari hasil panen sendiri, bahkan sebagian dijual ke luar desa. Tapi mereka menghadapi tantangan besar soal pupuk. Ini ironis karena mereka justru kekurangan salah satu komponen penting dalam produksi pangan,” ujarnya.
Indra menegaskan bahwa pihaknya akan merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk menertibkan distribusi pupuk bersubsidi. Salah satu opsi yang tengah dibahas adalah pembentukan distributor resmi di tingkat kecamatan agar memudahkan akses petani.
“Kami akan duduk bersama dinas terkait seperti Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun), serta membahas bersama Bupati apakah kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) ini hanya berlaku di pusat kota atau juga di wilayah pedalaman. Sebab, kalau hanya berlaku di kota, tentu petani di desa menanggung biaya distribusi sendiri,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa pengawasan distribusi pupuk juga harus diperketat, dengan melibatkan berbagai pihak termasuk DPRD. Pihaknya akan menunggu tanggapan resmi dari pemerintah sebelum mengambil langkah-langkah selanjutnya. (red)