Sengketa Tanah Hibah di Sintang, Pemda Lakukan Pengukuran Ulang

Diposting pada

SINTANG | Pojokkalbar.com-
Sengketa lahan antara ahli waris keluarga Edi Kusnadi dan Pemerintah Kabupaten Sintang memasuki babak baru. Edi bersama tiga warga lainnya mengklaim tanah warisan mereka di Desa Balai Agung, Kecamatan Sungai Tebelian, telah dicaplok oleh pemerintah daerah dan dihibahkan kepada sejumlah instansi, termasuk Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polres Sintang.

Pemerintah Kabupaten Sintang membantah tudingan tersebut. Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (Plt BPKAD) Kabupaten Sintang, Harysinto Linoh, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pengukuran ulang bersama sejumlah pihak terkait, termasuk BPN, BNN, dan Polres. Tujuannya untuk mencocokkan batas-batas tanah sesuai hak masing-masing pihak.

“Kami sudah turun ke lapangan bersama BPN dan pemegang hak. Masing-masing menunjukkan batas tanahnya. Setelah ini kami akan petakan dan duduk satu meja. Mungkin ada batas yang tumpang tindih, ini akan dibicarakan. Proses ini belum selesai, masih tahap awal,” kata Harysinto saat ditemui di lokasi pengukuran batas tanah di Desa Balai Agung, Kecamatan Sungai Tebelian , Rabu (25/6/2025).

Menurut Harysinto, persoalan tanah yang dipermasalahkan telah berlarut sejak puluhan tahun lalu. Sebagian sertifikat tercatat terbit pada tahun 1994, dan ada pula yang merupakan hasil hibah dari Pemkab Sintang.

“Ada yang berasal dari jual beli antara ahli waris dan pihak ketiga. Hari ini, kita tidak ingin persoalan ini terus berlarut. Apalagi semua pihak adalah warga Sintang juga. Pemerintah tentu tidak ingin menyakiti warganya sendiri,” ujarnya.

Harysinto menambahkan, kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah daerah agar lebih cermat dalam proses hibah tanah di masa mendatang.

“Teknologi dulu dan sekarang berbeda. Ke depan, hibah tanah harus lebih selektif, komunikatif dengan masyarakat, dan cermat. Pembeli pun harus lebih hati-hati, cek ke BPN, desa, dan masyarakat agar tidak tumpang tindih,” katanya.

Masih Tahap Pemetaan

Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sintang, Catur Widayanti mengatakan bahwa pengukuran ulang yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari permohonan yang diajukan Pemkab, BNN, dan Polres sebagai pemegang hak. Namun hasil pengukuran belum bisa diumumkan karena masih dalam tahap pengolahan dan pemetaan.

“Data harus disinkronkan antara Edi, Congnam, pemilik lahan awal, dan pihak pemda. Jadi kita tunggu dulu hasil ekspose-nya. Kami belum bisa menyampaikan karena belum selesai,” ujar Catur.

Catur Widayanti menambahkan bahwa pada bulan april 2025 Edy Kusnadi menyampaikan surat perihal Permohonan Mediasi kepada Kantah Sintang.

“Surat tersebut kami tindak lanjuti dengan mengundang Edy Kusnadi pada 16 mei 2025 untuk konfirmasi berkaitan dengan kelengkapan administrasi pengaduan. Undangan tersebut dihadiri Oleh Paulinus dan Maryudi tanpa dihadiri Edy Kusnadi.” Kata Catur.

Kemudian lanjut dia imbauan Pemenuhan syarat disampaikan secara tertulis melalui surat tertanggal 22 Mei 2025, agar pengaduan Edy Kusnadi dapat pihaknya tindaklanjuti.

Sementara itu, perwakilan keluarga ahli waris, Edi yang didampingi Andreas menyampaikan bahwa pihaknya sudah tiga bulan lalu melayangkan surat ke BPN untuk pengukuran ulang patok tanah. Namun surat tersebut tak kunjung direspons.

“Kami akhirnya kirim surat ke Polres dan Pemda, bahkan berencana menggelar unjuk rasa. Setelah itu baru ada respon dan pengukuran dilakukan,” katanya.

Menurut Andreas, terdapat ketidaksesuaian antara luas tanah yang dibeli Pemkab dan total lahan yang dihibahkan.

“Pemda beli 6,9 hektare, tapi yang dihibahkan ke Polres 5 ha, ke BNN 1,5 ha, yayasan 2 ha, dan perumahan pemda 2 ha lebih. Artinya sudah melebihi. Versi pengukuran mereka pun tidak sesuai dengan surat dan tidak menggunakan patok lama. Kalau pakai patok BPN, tanah akan bergeser ke kebun dan perumahan warga. Kami hanya minta keadilan. Kalau dipaksakan, bisa terjadi konflik,” kata Andreas.

Sertifikat Lama

Edi Kusnadi, sebagai ahli waris, menegaskan bahwa sengketa ini bermula dari tanah milik keluarganya yang bersertifikat sejak 1994 dengan luas induk 16,5 hektare. Dari luas tersebut, Pemkab membeli 6,9 hektare. Namun, bukti kwitansi ada dan batas tanah selama ini tidak ditindaklanjuti dengan baik.

“Persoalan ini sudah lama, sejak 1995. Baru sekarang diperjuangkan. Dan ini belum selesai, minggu depan akan ada pertemuan lanjutan untuk mencocokkan denah dan patok yang sudah diukur,” ujarnya.

Hingga saat ini, proses penyelesaian sengketa masih berlangsung. Semua pihak berharap agar konflik ini dapat diselesaikan secara musyawarah dan tidak menimbulkan keresahan sosial.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *