SINTANG | Pojokkalbar.com-
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sintang melalui Kepala Bidang Kebersihan dan Pengelolaan Sampah, Kornelius Parang Kunci, mengajak masyarakat lebih aktif mengelola sampah mulai dari rumah. Ia menegaskan bahwa persoalan sampah bukan hanya tugas pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama, termasuk masyarakat dan dunia usaha.
Hal itu disampaikan Kornelius saat menghadiri kegiatan Zero Waste Warriors Bottle Up dan Clean Up yang digelar oleh PLN Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Sintang pada Jumat (13/6/2025), di kawasan eks Lapangan Terbang (Lapter) Soesilo, Sintang. Kegiatan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025.
Menurut Kornelius, kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah masih perlu ditingkatkan, terutama terkait pentingnya memilah dan memanfaatkan sampah secara ekonomi.
“Sampah yang kita lihat saat ini sebenarnya bisa menjadi cuan. Di kota-kota besar seperti Bandung, Bekasi, dan Bogor, sudah banyak berdiri bank sampah. Di Bogor, misalnya, satu botol plastik bisa dihargai Rp5 dan ditabung di bank sampah untuk kemudian diklaim,” ujar Parang Kunci.
Ia menjelaskan, Kabupaten Sintang saat ini tengah menyusun master plan pengelolaan sampah dengan target ambisius: mencapai kondisi nol sampah atau zero waste pada tahun 2030. Rencana tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Namun, Parang Kunci mengakui bahwa implementasi undang-undang tersebut masih menjadi tantangan. Kabupaten Sintang termasuk salah satu dari 351 kabupaten/kota yang telah mendapat surat sanksi administratif karena belum memenuhi ketentuan pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sesuai.
“Kita hanya diberi waktu 180 hari atau sekitar enam bulan untuk menutup TPA yang masih menggunakan sistem terbuka (open dumping). Sementara itu, pembangunan TPST atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu membutuhkan anggaran besar. Karena itu, kita baru bisa menargetkan nol sampah pada tahun 2030, dan itu pun tidak mungkin dilakukan pemerintah sendiri,” tuturnya.
Parang menegaskan, partisipasi masyarakat sangat diperlukan, dimulai dari memilah sampah dari rumah tangga. Hal ini penting agar sampah organik dan anorganik bisa langsung diproses, sementara sisanya dapat diolah kembali.
“Di Sintang sudah ada pabrik pengolah biji plastik dengan kapasitas 250 ton per hari. Tapi karena bahan bakunya minim, pabrik hanya bisa beroperasi dua kali dalam seminggu. Ini terjadi karena sebagian besar sampah tidak dipilah, sehingga harus menggunakan tenaga tambahan untuk memilahnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, bahkan para sopir pengangkut sampah dari Dinas Lingkungan Hidup bisa memperoleh penghasilan tambahan dari sampah yang dipilah. Dari satu minggu kerja, seorang sopir bisa mengumpulkan dan menjual sampah bernilai ekonomis hingga Rp1,1 juta.
Sebagai bagian dari solusi, pemerintah Kabupaten Sintang tengah merancang sistem bank sampah yang lebih terstruktur. Nantinya, akan ada bank sampah induk di kelurahan, serta bank sampah skala RT sebagai jaringannya.
“Dengan sistem ini, sampah yang masuk ke TPST hanya sekitar 10 persen. Sisanya bisa dimanfaatkan. Sampah yang tidak bisa digunakan akan dihancurkan dengan alat penghancur khusus,” jelas Parang Kunci.
Dinas Lingkungan Hidup juga terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, baik dari sektor swasta, BUMN, maupun masyarakat umum. Salah satu mitra yang dilibatkan adalah PLTU Sintang, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial lingkungan.
“Kami juga membuka ruang partisipasi warga secara pribadi. Nantinya, setiap yang ingin terlibat bisa meminta rekomendasi dari lurah, agar bisa kami keluarkan izin partisipasinya secara resmi,” pungkasnya.(red)