SINTANG | Pojokkalbar.com-
Dua terdakwa perkara perdagangan 337, 88 Kg sisik Trenggiling (Manis javanicus), Budiyanto dan Adrianus Nyabang dijatuhi pidana ringan oleh Pengadilan Negeri Sintang. Pada persidangan putusan yang digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Sintang, Jalan Supratman, Kelurahan Tanjung Puri Sintang. Pada Senin, (1/4/2024).

Terungkap dalam persidangan bahwa kedua terdakwa, atas nama Budiyanto dan Adrianus Nyabang , telah terlibat dalam aktivitas perdagangan ilegal yang merugikan keanekaragaman hayati. Barang bukti sisik trenggiling dalam jumlah besar tersebut berhasil diamankan oleh aparat kepolisian pada bulan November 2023 lalu.
Melalui proses persidangan yang berjalan cukup lama, majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa Budiyanto lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sintang di persidangan sebelumnya bahwa menuntut 1 tahun 10 bulan denda Rp. 20 juta subsider 3 bulan. Sementara Adrianus dituntut 10 bulan denda Rp. 20 juta subsider 3 bulan.
“Terkait dengan putusan tadi, baik Budiyanto maupun Adrianus turun ya dari yang kami tuntut. Masing-masing turun 2 bulan. Terkait dengan putusan ini, kami masih pikir pikir. Karena perkara dari Kejati, maka kami akan minta petunjuk dari Kejati, ada waktu 7 hari supaya tidak salah.” Beber Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Sintang Budi Murwanto usai sidang.
Keduanya dinyatakan bersalah karena memperdagangkan sisik trenggiling sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf d Jo. Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sidang putusan perkara Nomor 8/Pid.B/LH/2024/PN Stg dan Perkara Nomor 9/Pid.B/LH/2024/PN Stg ini digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Sintang dan dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Zulkarnain.
Putusan ini mengundang respons yang beragam dari masyarakat. Beberapa pihak menilai bahwa hukuman yang diberikan terlalu ringan bagi tindakan perdagangan ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan keanekaragaman hayati. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa putusan ini bisa menjadi pembelajaran bagi kedua terdakwa sehingga mereka dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan ilegal tersebut di masa depan.
Pengadilan Negeri Sintang berharap bahwa putusan ini dapat memberikan efek jera bagi para pelaku perdagangan ilegal fauna yang tega merusak lingkungan.
Perdagangan ilegal fauna merupakan ancaman serius bagi kelestarian alam dan ekosistem. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku-pelaku perdagangan ilegal adalah suatu keharusan untuk menjaga keanekaragaman hayati Indonesia yang kaya dan unik.(red)